Selasa, 02 November 2010

Dengan Bernaung dalam KOPERASI, Mungkinkah Becak akan tetap bertahan di Jakarta?


Seperti judulnya, tulisan ini membahas tentang kemungkinan becak untuk bertahan di Jakarta bila bernaung dalam koperasi. Seperti kita ketahui sekarang, salah satu alat transportasi yang ramah lingkungan yaitu becak mulai menghilang dari peredaran di Jakarta.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena becak dituding sebagai salah satu penyebab kemacetan di Ibukota. Mungkin karena gerakanya yang cenderung lambat karena masih mengandalkan tenaga manusia. Tapi kalau ingin dikaji lebih dalam yang menjadi penyebab kemacetan yang sesungguhnya adalah perbandingan jumlah kendaraan bermotor dan tingkat perkembangan jalan yabg tidak seimbang.
Harusnya pemerintah sadar akan hal ini, dan bukan menghapuskan becak dari Ibukota. Hal ini akan merugikan banyak pihak, salah satunya adalah warga negara yang tidak mempunyai keahlian lain selain mengayuh becak dan berusaha menafkahi diri serta keluarganya dengan uang yang didapat dari ‘sewa’ becaknya.
Sleain dari Pemerintah ada solusi lain yang bisa datang dari para tukang becak itu sendiri. Jika mereka sadar bahwa sebenarnya mereka bisa bertahan jika mereka mau bersatu,bernaung dalam koperasi. Sudah ada contoh yang nyata didepan mata. Sebuat saja “KOPAJA” ini merupakan kepanjangan dari Koperasi Angkutan Jakarta. Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa kopaja juga salah satu penyebab kemacetan di Ibukota karena “bad habit”nya yang suka “ngetem” sembarangan. Tapi kenapa ia masih bisa bertahan? Itu karena mereka bersatu dalam koperasi dan memiliki power yang cukup kuat. Sehingga walaupun berkesan merugikan pengguna jalan lainnya,tapi mereka juga bisa menguntungkan pihak lain seperti si supir.
Harusnya pemerintah membuatkan satu wadah bagi para “tukang becak” untuk bernaung dalam bentuk koperasi. Sehingga eksistensi mereka tetap terjaga. Bahkan ada solusi lain yang bisa ditwarkan pemerintah. Seperti yang kita lihat di Monas,ada delmaan sebagai sarana berkeliling, padahal delman mengeluarkan limbah yang cukup mengganggu. Sedangkan becak tidak, ini bisa menjadi solusi dengan cara menempatkan becak sebagai sarana transportasi di tempat-tempat wisata. Sehingga becak bukan lagi menjadi pengganggu ketertiban tapi malah menjadi solusi bagi banyak pihak. Sebenarnya hal ini sudah dilakuka di kota Solo dan terbukti banyak turis-turis asing maupun lokal yang lebih senang menggunakan becak unutuk jelajah kota.
Namun semua ini butuh satu bentuk keseriusan dari Pemerintah kota Jakarta jika ingin menerapkannya. Mereka pun bisa menekan angka kemiskinan warganya dengan menyediakan lapangan kerja baru sebagai “Pengayuh Becak Wisata”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar